Dalam perjalanan kehidupan ini kita senantiasa menyaksikan, apakah
dengan penglihatan kita, pendengaran kita atau dengan persaksian yang
selainnya, ada seorang yang terlahir di muka bumi ini di waktu yang
telah lalu, kemarin atau hari ini. Dengan berjalannya waktu, mereka
tumbuh berkembang. Terkadang seseorang tidak sempat memikirkan
tanda-tanda kebesaran Allah dalam penciptaan manusia tersebut.
Sesungguhnya dari apa kita diciptakan Allah? Lebih lagi tidak mengerti
untuk apa manusia diciptakan.
Allah Ta’aala berfirman :
Bukankah Telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia
ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?Sesungguhnya kami
Telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang kami
hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), Karena itu kami
jadikan dia mendengar dan melihat. Sesungguhnya kami Telah menunjukinya
jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.(Al-Insan
: 1-3).
Allah Ta’aala mengatakan dengan menyebutkan dalam surat yang mulia ini
(surat al-Insan) awal permulaan keadaan seorang manusia, baik
permulaannya, pertengahan dan akhir manusia tersebut. Allah Ta’aala
menyebutkan Sebelum adanya manusia , telah berlalu suatu masa yang
sangat panjang ia adalah sesuatu yang tidak ada, atau bahkan sesuatu
yang tidak bisa disebut. Di saat Allah Ta’aala menghendaki untuk
menciptakan manusia, maka Allah cipta Adam bapak manusia yang terbuat
dari tanah, hingga secara berturutan sambung menyambung Allah Ta’aala
cipta anak cucu Adam. Allah Ta’aala katakan :
“Dari setetes air mani yang telah bercampur”.
Yaitu air yang hina dan menjijikkan, Allah Ta’aala hendak mengujinya
dengan perkara tersebut. Agar Allah Ta’aala mengetahui apakah ia
(manusia) kemudian melihat keadaannya di awal pertama dan memikirkan
ataukah ia melupakannya atau bahkan ia menipu dirinya sendiri?
Allah Ta’aala telah menjadikan manusia serta memberikan kekuatan dalam
bentuk lahir dan batin, semisal pendengaran, penglihatan dan
bagian-bagian tubuh yang lain. Kemudian Allah Ta’aala
menyempurnakannya dan menjadikan semua itu dalam keadaan baik dan
berfungsi sehingga ia mampu mencapai apa yang menjadi maksud tujuannya.
Hingga Allah Ta’aala utus para Rasul utusanNya, Allah turunkan
kitab-kitabNya kepada mereka (manusia) serta menunjuki manusia suatu
jalan yang akan menghantarkan mereka kepada Allah Ta’aala. Memberikan
motivasi di kala manusia menempuh jalan tersebut, dan menjelaskan
tentang apa yang akan didapatkan ketika seseorang itu telah sampai
kepada Allah Ta’aala.
Kemudian Allah terangkan kepada manusia jalan-jalan yang akan menyeret
kepada kebinasaan. Allah Ta’aala memberikan ancaman (bagi manusia)
terhadap jalan tersebut, serta menjelaskan perihal apa yang akan ia
terima apabila seseorang memilih menempuh jalan tersebut, dan Allah
mengujinya dengan perkara itu. Maka manusia terbagi, menjadi seorang
yang bersyukur terhadap kenikmatan Allah Ta’aala yang diberikan
kepadanya, sehingga ia kemudian menunaikan hak-hak yang Allah embankan
kepadanya, bagian manusia yang lain adalah seorang yang kufur terhadap
kenikmatan yang telah Allah berikan kepada mereka terkait kenikmatan
agama dan kenikmatan dunia, ia menolaknya hingga kufur kepada Rabb-nya
dan ( lebih memilih) untuk menempuh jalan yang menjerumuskan kepada
kebinasaan Demikian apa yang dituturkan oleh as-Syaikh Abdurrahman as-Sa’di dalam kita Taisirul Karimir Rahman fii Tafsiiri Kalaamil Mannan tafsir surat al-Insan ayat 1-3).
Dari setetes air mani yang hina lagi menjijikkan yang telah bercampur
dengan hal yang serupa, itulah asal mula kita sebagai anak cucu Adam,
dalam keadaan berada dan melewati jalan yang biasa di lewati suatu hal
yang najis. Itulah asal mula keberadaan kita sebagai manusia. Semua itu
dimengerti oleh setiap individu yang bisa menggunakan akalnya. Dan
hendaknya setiap individu menyadari hal tersebut, untuk kemudian tahu
akan dirinya, yang harus tunduk kepada setiap seruan penciptanya yaitu
Allah Ta’aala yang telah memberikan kemuliyaan kepadanya, berupa ilmu
dan seluruh kenikmatan-kenikmatan yang telah Allah Ta’aala berikan
kepadanya.
Untuk beribadah hanya kepada Allah Ta’aala semata dan untuk tidak
sedikitpun mensekutukan kepada Allah Ta’ala dengan sesuatupun, itulah
tujuan diciptakannya manusia. Tujuan yang sangat mulia. Setiap manusia
hendaknya mencari tujuan yang sangat mulia tersebut . Hanya untuk
beribadah kepada-Nya semata.
Firman Allah Ta’aala :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُون
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (adz-Dzariyaat : 56).
Dengan mengingat kembali, dari apa manusia dicipta ia akan mengetahui
kedudukan dirinya, ia tahu kadar dirinya, ia akan mengetahui betapa
banyak kesempurnaan-kesempurnaan yang diberikan Allah atas dirinya
sebagai makhluk. Dan dengan mengingat kembali dari apa ia dicipta,
adakah kesempatan seseorang untuk kemudian berlaku kibir (sombong)
kepada sesamanya, sedangkan ia dicipta dari suatu yang sama-sama
menjijikkan. Dan Terlebih dari pada itu adakah kesempatan berlaku kibir
(sombong) di hadapan Allah Ta’aala yang telah menciptakannya? Yang
telah menyempurnakannya sebagai makhluk?
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .(at-Tiin : 4)
Jumat, 22 Februari 2013
Mengingat Kembali, Dari Apa Kita dicipta
17.03
No comments
Hendaklah setiap individu menyadari dan
sesaat untuk senantiasa mengingat kembali, dari apa asal ia dicipta
ini. Sehingga pada akhirnya mengetahui kedudukan dan kadar dirinya, dan
mengetahui untuk tujuan mulia apa ia dicipta.
Wallahu Ta’aala a’lam.
[Dikutip dari tulisan Ustadz Marwan Abu Hafsh ]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)









0 komentar:
Posting Komentar